Alumni Merto Golek Cuan!
Terdengar bombastis. Istilah “cuan” identik dengan “untung besar” – yang diperoleh dengan cara cukup mudah. Menggiurkan. Meningkatkan adrenalin.
“Sasaran tembak saya adalah pandangan naif macam itu. Benar bahwa bisnis keuangan, seperti forex (foreign exchange), saham, dan lainnya, memang menjanjikan profit. Tapi itu hanya sebagian dari kebenaran. Yang banyak terjadi justru: kehilangan modal. Proporsi yang gagal dalam bisnis keuangan jauh lebih tinggi daripada yang benar-benar menikmati cuan,” kata Hestu (KPP2012).
Lulusan Sastra Inggris USD ini saat ini sedang melanjutkan program MBA-nya di UGM. “Analisis saham fundamental itulah yang menjadi topik tesis saya. Pendekatan yang saya gunakan beda dengan mekanisme short-selling. Saya akan beli saham dari suatu emiten yang sehat. Tidak punya banyak utang, misalnya. Tahun 2020, misalnya, saya analisis saham salah satu anak perusahaan Astra. Waktu itu harganya Rp. 600,-. Prediksi saya, dalam lima tahun, harganya menjadi Rp. 3.300,- Prediksi itu tidak meleset. Di tahun ini, harga sahamnya Rp. 3.600,-. Harga yang tercapai di bawah lima tahun.”
Analisis saham fundamental merupakan strategi membaca berbagai data dari perusahaan terkait. Kesehatan perusahaan pertimbangan yang sangat penting.
“Bisnis dari suatu perusahaan bisa saja tampak menjanjikan. Contohnya BUMN Waskita Karya. Rekanan PUPR ini booming bisnis. Di era Jokowi, pembangunan infrastruktur digenjot habis-habisan. Bisnis Waskita Karya tampak menjanjikan juga. Tapi jangan salah. Perusahaan BUMN ini sahamnya makin merosot. Rahasianya: proporsi hutangnya makin tinggi,” papar Hestu.
“Permainan forex, saham, dan lainnya, bagaimana pun juga menghidupkan serigala dalam diri kita,” Raja Suhud (Kpp90) menanggapi. Sebagai senior editor di Media Indonesia untuk Bidang Ekonomi, Suhud sudah sangat paham gejolak emosi macam apa yang muncul seiring dengan naik turunnya keuntungan dan/atau kerugian.
“Ada satu hal mendasar: soal duit yang selalu menjadi misteri. Dalam jumlah banyak, tetap saja kurang rasanya. Dalam jumlah sedikit, sering kali kita bisa merasa dicukupkan. Rasa haus, rasa kurang yang liar, adrenalin yang merangkak naik, itu kan jadi serigala liar yang tanpa kita sadari menjadi bagian dari diri kita. Mas Hestu mesti bisa mengangkat fenomena serigala liar dalam diri kita,” lanjut Suhud.
Perbincangan soal IASM cari cuan akan menjadi naif kalau yang diangkat adalah cerita-cerita indah penuh buih. Cerita-cerita yang hanya sekedar memuaskan dahaga serigala liar dalam diri kita.
“Itulah yang hendak saya angkat. Cari cuan melalui bisnis keuangan adalah sebuah kekeliruan. Dulu saya mikirnya ya cari cuan, tapi sekarang orientasinya berubah. Saat ini adalah bagaimana mengamankan aset,” Hestu menjelaskan.
Bagi Hestu, sikap baru tersebut tidak diperoleh dengan mudah. Rangkaian kegagalan. Rangkaian kesalahan. Hilangnya modal sampai mencapai angka Rp. 1.5M. Berbagai pengalaman pahit yang menyakitkan. Coba-coba masuk bisnis keuangan tanpa ilmu sama sekali. Yang dipakai hanya intuisi. Keberanian coba-coba.
“Bagi saya, cara untuk menjinakkan serigala dalam diri saya adalah makin banyak baca. Ada banyak hal yang tidak kita tahu. Dengan membaca, kita lebih menggunakan rasionalitas. Bukan sekedar emosi. Keputusan yang kita ambil berdasarkan data. Bukan sekedar perasaan. Intuisi. Itu yang harus kita pahami bersama. Ada ilmu yang bisa kita sama-sama pelajari. Jangan sampai teman-teman lain harus mengalami kerugian dan kegagalan yang saya alami,” kata Mas Hestu.
Pemahaman terhadap literasi finansial, termasuk di dalamnya bagaimana berinvestasi dalam bisnis keuangan, menjadi salah satu hal krusial. Dibutuhkan kompetensi (i.e. sikap, pengetahuan, dan keterampilan) yang memadai – dan ini bisa dibentuk melalui kesiapan belajar terus-menerus. Keterbukaan akan berbagai hal baru. Ini tidak terbatas pada usia tertentu: tapi justru terbuka Bagi yang siap untuk belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Bagi generasi yang sedang mempersiapkan diri (yang masih kuliah). Bagi generasi yang sedang mencari (memulai dan menjalani karir). Bagi generasi yang sudah menikmati (yang sudah pensiun). Kesemuanya butuh literasi finansial!
Diskusi IASM cari cuan adalah bagian dari Program IASM: Alumni Menyapa. Tujuannya adalah membangun pemahaman baru, kesadaran baru terkait dengan berbagai hal, dan merawat jejaring. Kali ini terkait dengan literasi finansial. Bagaimanapun juga, kita hidup dan menghidupi berbagai dimensi: spiritual, ekonomi, sosial, moral, dan personal. Kesejahtera-bahagiaan (well-being) kita tercapai jika kita mampu menyeimbangkan berbagai dimensi tersebut. Melalui aktivitas Alumni Menyapa ini IASM berharap makin relevan untuk para alumninya.